Perbudakan, Masih Adakah?
Ketika Islam datang, perbudakan telah menjadi suatu sistem yang diakui di seluruh dunia. Bahkan ia merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan sosial yang terus berkembang tanpa ada seorang pun berfikir untuk merombaknya.
Sejak kapan mulai adanya budak dan sistem perbudakan, tidak ada satu keterangan pun yang dapat memastikannya. Yang jelas usia perbudakan mungkin sudah se-tua umur peradaban manusia itu sendiri. Bahkan di masa Nabi Yusuf as , hukum yang diberlakukan bagi pencuri ialah dengan jalan memperbudaknya.
Di dalam encyclopedia sejarah berjudul Sejarah Dunia, pada halaman 2273 di sebutkan : Pada tahun 599 M , Kaisar Romawi, Mauris menolak-karena pertimbangan ekonomi-untuk menebus beberapa ribu tawanan perang yang jatuh di tangan Khan Awar ( musuh kaisar )-yang berarti merelakan para tawanan perang itu untuk diperbudak atau dibunuh. Dan akhirnya Khan Awar membunuh seluruh tawanan tersebut.
Telah terhapuskah perbudakan di muka bumi ini ? Sebagian kita mungkin akan menjawabnya sudah. Bukankah sudah ada revolusi perancis yang telah menghapuskan perbudakan di Eropa, ada Abraham Lincoln yang menghapuskan perbudakan di Amerika, dan dengan adanya Declaration of Human Right ( HAM ) - dunia sepakat untuk menghapuskan perbudakan. Memang benar semua itu telah terjadi. Tetapi kita juga melihat fakta bahwa perbudakan hanya mengalami metamorfosis -perubahan bentuk- . Intinya perbudakan tetap ada dengan wajahnya yang baru. Hal ini dikarenakan filosofi dan inti politik luar negri negara-negara Barat dan AS adalah penjajahan ( isti'mar ). Dan penjajahan ( imperialisme ) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ideologi Kapitalisme yang selama ini dianut sebagian besar negara-negara Barat dan AS. Yang berubah hanyalah cara yang ditempuh dan sarananya saja. Hakikatnya tetaplah sama -penjajahan- mengekspoitir manusia atas manusia lain, atau dengan kata lain penjajahan didefinisikan sebagai dominasi politik, militer, kebudayaan dan ekonomi atas bangsa-bangsa yang dikalahkan untuk mengekploitasi mereka. Artinya nafsu menjajah dan memperbudak belumlah hilang dari muka bumi ini.
Sebagai kenyataannya kita bisa melihat bahwa 85 % luas bumi telah dikuasai oleh Barat dalam bentuk koloni, protektorat, tanah jajahan, dominion dan persemakmuran. Meskipun mulai paruh abad 20 banyak negara-negara jajahan Barat merdeka, tapi dominasi dan hegemoni Barat telah terlampau kuat melekat sehingga tetap mempengaruhi dan menentukan setiap tindakan politik dalam dan luar negri mereka.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM masih terus berlangsung. Tercatat terjadi 4.080 pelanggaran HAM , yang meliputi, 1.902 pelanggaran terhadap buruh, 245 atas tanah, 345 atas hak-hak sipil dan politik dan 1.488 pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
Dalam tulisan ini, maka yang menjadi fokus adalah bagaimana sikap Islam terhadap budak dan perbudakan. Lalu kecenderungan munculnya perbudakan dalam bentuknya yang lain -para buruh- di era ekonomi dan bisnis ini.
Islam Membebaskan Budak
Dalam memandang masalah budak dan perbudakan, Islam melihat ada dua permasalahan penting yang harus dipecahkan. Yang pertama adalah menyangkut budak itu sendiri, sebagai mahluk yang menjadi barang perniagaan, selalu direndahkan harkat dan martabatnya, tidak merdeka dan diperjual belikan. Sedang permasalahan kedua menyangkut sistem perbudakan, yaitu menyangkut penyebab timbulnya perbudakan dan bagaimana Islam berupaya menghapuskan dan mengaturnya.
Makna budak secara bahasa menunjukkan seseorang yang menjadi abdi , hamba, jongos atau orang yang dibeli untuk dijadikan budak. Sedangkan perbudakan mengacu pada sistem sosial di suatu masa dimana segolongan manusia merampas kepentingan golongan manusia lain.
Di masa penjajahan kolonial dikenal istilah kuli , sebagai sebutan untuk buruh kasar yang tidak terdidik ( unskilled labourer ) yang diperlakukan juga dengan semena-mena sebagaimana budak.
Sebagaimana telah di jelaskan pada bagian awal, Islam datang di saat budak dan sistem perbudakan telah merajalela. Penyebab perbudakan pun beraneka ragam, sesuai dengan tabiat dan sistem sosial kemasyarakatan pada masa itu. Diantara penyebab perbudakan pada masa lalu ialah :
1. Nafsu memperbudak ( instink manusia ) ketika kelompok atau golongannya menang perang terhadap bangsa lain.
2. Karena kemiskinan atau tidak adanya kesetiaan terhadap agama
3. Hukum bagi tindakan kriminal pada masa itu, seperti pencurian dan pembunuhan
4. Karena mencari pekerjaan dan tempat tinggal
5. Karena penyanderaan dan penculikan
6. Karena tradisi para Raja , orang-orang ningrat para kaisar dan sejenisnnya
7. Karena ideologi
8. Dan sumber -sumber lainnya yang bisa menjadi " alasan " untuk memperbudak
Dengan syariatnya yang mulia, Islam hadir untuk melepaskan budak dan sistem perbudakan. Syariat Islam datang dengan misi membebaskan para budak ( Ar Roqiq ) dan memperlakukannya secara terhormat dan manusiawi. Perlakuan Islam terhadap budak ini secara garis besar dapat disimpulkan dalam tiga rumusan ini :
I. Islam memandang para budak dari sisi bahwa mereka itu adalah manusia juga yang sama dengan manusia merdeka lainnya, terutama pada fitrah insaniyahnya.
Islam datang mengembalikan hakekat manusia, tampa membedakan warna kulit, jenis dan tingkatannya. Islam datang dengan menyatakan :
" Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan manjadikan kamu bersuku-suku dan berkabilah-kabilah supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
( QS Al Hujurat : 13 )
Islam datang untuk menjelaskan , melalui lisan Muhammad SAW, bahwa tidak ada kelebihan bagi seorang tuan atas seorang budak, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit putih atas orang berkulit hitam, tidak ada kelebihan seorang Arab atas seorang 'Ajam ( bukan Arab ) kecuali taqwa nya. Pada haji wada' Rosulullah meyampaikan dasar hak asasi manusia ini dalam sabdanya :
" Kalian adalah anak Adam, dan Adam berasal dari tanah; karena itu tidak ada kelebihan bagi seorang Arab atas seorang 'Ajam, tidak pula atas seorang 'Ajam atas orang Arab, juga tidak bagi seorang berkulit hitam atas orang yang berkulit coklat atau seorang yang berkulit coklat atas orang yang berkulit hitam..kecuali dengan taqwa". ( HR Muslim dan Thabari ).
Jadi jelaslah bahwa seorang budak dalam pandangan Islam adalah seorang mahluk hidup yang memiliki kehormatan dan kehidupan sebagaimana mahluk lain. Dalam hal ini Allah dan Rosul Nya memerintahkan kita untuk memperlakukaknnya sebagaimana kita memperlakukan manusia yang lain. Misalnya firman Allah ini :
" Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat,anak-anak yatim, orang-orang miskin , tetangga yang dekat dan yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu .."
( QS : An Nisaa : 36 )
Juga sabda Rosulullah ini :
" Bertaqwalah kepada Allah, terhadap budak yang engkau miliki, maka hendaklah ia memberi makan kepadanya dari apa yang ia makan, memberi pakaian dari pakaian yang ia pakai, dan hendaknya jangan membebani mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak mereka sanggupi ; jika kamu membebani tugas kepada mereka hendaklah kamu menolongnya".
( HR.Bukhari )
Juga Sabdanya yang lain :
" Janganlah kamu mengatakan : Ini adalah budak lelakiku dan ini adalah budak perempuanku ; tetapi hendaklah kamu mengatakan : Ini adalah putra-putriku".
( HR.Muslim )
II. Islam menyamakan budak dengan manusia yang lain menyangkut masalah hak dan kewajiban.
Dalam masalah ' uqubat ( sangsi ) dan hudud ( hukum ) Islam menerapkan prinsip persamaan ini, dengan sabda Rosul :
" Barangsiapa membunuh budaknya maka kami akan ( membalas ) membunuhnya".
( HR.Bukhari, Muslim dan Abu Dawud )
III.Islam memperlakukan budak dengan perlakuan manusiawi dan mulia.
Misalnya Islam memberikan hak yang sama bagi para budak untuk menikah, , talaq, menuntut ilmu , menjadi saksi atas yang lainnya sebagaimana orang merdeka.
Berikut ini beberapa contoh perlakuan mengangkat harkat dan martabat para budak :
* Rosulullah SAW mempersaudarakan beberapa mantan budak belian dengan beberapa pemuka Quraisy
* Bilal bin Rabbah dipersaudarakan dengan Khalid bin Ruwainah al-Khatsma'i
* Zaid bin Haritsah dipersaudarakan dengan paman Nabi SAW , Hamzah bin Abdul Mutallib
* Zaid dipersaudarakan dengan Abu Bakar as-Shiddiq.
Islam sebagai langkah awal telah membebaskan budak melalui dalam diri dan nurani si budak sendiri agar ia merasakan persamaan hak dan kewajibannya dengan orang merdeka. Selanjutnya secara serius dan sungguh-sungguh si budak bisa menempuh jalan-jalan secara hukum / syariat Islam untuk kebebasannya. Inilah proses pembebasan yang sebenanya.
Pembebasan melalui dekrit atau UU buatan manusia -seperti yang dilakukan A.Lincoln dan beberapa negri lainnya tidak akan pernah mencapai pembebasan dalam arti yang sebenarnya. Karena kehidupan mereka , para budak atau kuli dan pekerja kasar lainnya, berada dibawah bayang-bayang perbudakan abadi. Mental mereka masih menjadi mental budak. Menghamba sesama manusia. Secara keyakinan pada hakikatnya mereka belum menjadi orang merdeka, walau dikeluarkan dekrit dan UU berulang kali.
Sistem perburuhan dan tata kerja produk kapitalisme sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perbudakan pada masa lalu. Di mana manusia disamakan dengan ' aset' perusahaan atau mesin. Mereka dipekerjakan sepanjang hari tampa memperdulikan nilai-nilai insaniyah mereka. Padahal para buruh atau para pekerja itu bukanlah seorang budak. Mereka adalah orang-orang yang merdeka !
Berbeda dengan itu, Islam mengupayakan pembebaasn yang sebenarnya bagi para budak, dari dalam dan dari luar. Dari dalam dengan jalan menyadarkan para budak, dari kedalaman sanubarinya, melalui keyakinannya bahwa ni'mat kebebasan itu sangatlah tinggi dan menggalakkan mereka agar mendapatkan kemerdekaan , sekalipun dengan pengorbanan yang berat dan mahal. Dari luar syariat Islam mengupayakan berbagai jalan untuk membebaskan budak, seperti yang tercermin dalam beberapa sarana berikut :
1. Memerdekakan budak karena mengharap Ridho Allah SWT
Cara ini adalah pembebasan budak dari pihak tuannya atau pemilik budak yang mengharapkan pahala dan ganjaran di sisi Allah SWT dan terbebas dari api neraka.
Dalam hal ini Islam sangat menggalakkan dan mendorong ( targhib ) para tuan agar memerdekakan budaknya. Sebagaimana firman-Nya :
" Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu ? ( yaitu ) melepaskan budak dari perbudakan".
( QS.Al Balad : 11-13 )
Di dalam nash-nash hadist Nabawi banyak kita dapati hadist yang menjelaskan keutamaan memerdekakan budak dan menggalakkan pembebasannya, diantaranya :
" Dari Amer bin 'Anbasah ia berkata : Aku pernah mendengar Rosulullah SAW bersabda : Siapa saja memerdekakan seorang budak muslim maka Allah menjanjikan akan membebaskan dengan setiap anggota tubuh budak itu , setiap anggota tubuhnya dari api neraka".
( HR Abu Dawud dan Nasa'i )
Juga sabda Rosul ini :
" Dari al-Barra' bin 'Azib, ia berkata : Ada seseorang Arab Badui datang kepada Rosulullah SAW seraya berkata : Wahai Rosulullah, ajarilah aku suatu amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam sorga ! Lalu Rosulullah SAW bersabda : " Merdekakanlah hamba sahaya dan lepaskanlah budak dari perbudakan". Orang Arab Badui itu bertanya : " Wahai Rosulullah tidakkah keduanya sama? " Rosulullah SAW menjawab : " Tidak, yang pertama berarti kamu sendiri yang memerdekakannya, sedangkan yang kedua berarti kamu membantu dalam memerdekakannya".
( HR Imam Ahmad )
Hasil seruan syariat ini berdampak bagi kaum muslimin pada masa Rosul .Para sahabat bergegas memerdekakan para budak dengan ikhlas mengharap ridlo dari Allah SWT. Rosulullah SAW sendiri memberikan teladan dengan memerdekakan beberapa budak yang berada di tangannya, kemudia teladan ini diikuti oleh para Sahabat.
Abu Bakar ra telah menginfaqkan sejumlah hartanya untuk memerdekakan para budak dari tangan bangsawan Quraisy di Mekkah. Dan banyak sahabat lainnya yang berbuat serupa. Belum pernah ada dalam sejarah bangsa-bangsa terdahulu , terjadinya pembebasan budak secara besar-besaran, seperti di masa Islam.
2. Memerdekakan budak dengan kafarat
Kafarat merupakan sarana yang paling penting dalam memerdekakan budak. Al-Qur'an di dalam berbagai kesempatan menetapkan bahwa " memerdekakan budak " sebagai kafarat ( penghapus ) bagi beberapa pelangggaran syari'at dan dosa-dosa eksidental yang dilakukan oleh seorang muslim.
Padahal pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam realitas kehidupannya sehari-hari sudah barang tentu tidak sedikit. Ini berarti Islam bersungguh-sungguh dalam memerdekakan budak sebanyak mungkin di dalam masyarakat Islam. Bandingkan dengan bangsa-bangsa atau umat lain ( Romawi, misalnya ) yang malah melestarikan perbudakan demi pemuas nafsunya.
Di antara sarana pembebasan dengan kafarat sebagaimana disebutkan Al-Qur'an:
a. Orang yang membunuh karena keliru ( tidak sengaja ) maka kafaratnya adalah memerdekakan seorang budak dan membayar diyat kepada keluarganya.
b. Orang yang membunuh seorang dari kaum kafir yang sedang dalam perjanjian damai antara mereka dan kaum muslimin. Kafaratnya adalah memerdekakan budak.
c. Orang yang melanggar sumpah, maka kafaratnya adalah di antaranya memerdekakan budak.
d. Orang yang men-zhihar istrinya kemudian bertaubat maka kafaratnya adalah memerdekakan budak.
e. Orang yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan dengan sengaja ( tampa udzur syar'i) maka kafaratnya memerdekakan seorang budak; sebagaimana disebutkan oleh hadist Rosul ini :
" Dari Abu Hurairoh berkata : Datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW dan berkata : " Wah...Celaka aku ya Rosulullah. Lalu Nabi menanyakan : " Apa yang membuatmu celaka ?Laki-laki itu menjawab : " Aku telah 'mengumpuli' istriku di bulan Ramadlan." Lalu Rosulullah SAW bersabda :" Apakah ada padamu budak yang bisa engkau merdekakan." Dia menjawab : Tidak ada ya Rosul. Rosul bertanya lagi : " Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan penuh secara simultan ?" Dia pun menjawab : " Aku tidak mampu ya Rosul :. Lalu Rosul pun bertanya : " Apakah kamu mampu memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang ? " Lagi-lagi lelaki itu menjawab tidak mampu. Akhirnya Rosul mengambil beberapa buah kurma dan menyuruh lelaki itu untuk menyedekahkannya kepada fakir miskin. lelaki itu kemudian berkata : " Adakah keluarga yang lebih fakir dariku di wilayah sini ? ". Maka Rosulullah SAW pun tertawa hingga tampak gerahamnya, lalu kemudian berkata pada lelaki itu : " Pergilah engkau dan berikanlah kurma itu pada keluargamu ."
3. Memerdekakan budak dengan Mukatabah
Mukatabah ialah memberikan kemerdekaan bagi budak bila ia menuntutnya sendiri dengan imbalan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua pihak ( tuan dan budak nya ) dan akan di tunaikan oleh pihak budak secara berangsur ; bila ia telah menunaikannya maka merdekalah sang budak tersebut.
Syariat Islam menjamin pelaksanaan mukatabah ini dengan firman-Nya :
" ...Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian ( mukatabah ) dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu..."
( QS An Nur : 33 )
Al-Qurtubhi meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan pada seorang budak yang dimiliki oleh Huwaithib bernama Shabih . Ia meminta kepada tuanya agar membuat perjanjian ( mukatabah ) dengannya -tetapi permintaannya ditolak oleh Huwaithib, maka turunlah ayat ini. Kemudian Huwaithib bersedia membuat perjanjian dengannya dengan pembayaran 100 dinar ( sekitar 3 juta rupiah ) dipotong 20 dinar sebagai pemberian dari Huwaithib dan selebihnya dilunasi oleh Shabih yang akhirnya menjadi merdeka.
4. Memerdekakan budak atas tanggungan Negara
Sebuah jalan paling utama, apabila negara dalam Islam mengambil pula kewajibannya untuk menghapuskan para budak ini. Ribuan budak secara serentak dan cepat bisa dimerdekakan di berbagai tempat.
Islam telah menyediakan dana khusus dari APBN yang tersedia di Baitul Mal, yaitu melalui dana zakat untuk memerdekakan para budak. Dan ini oleh Al-Qur'an disebut dengan dana " Wa fir riqab " , dikhususkan untuk memerdekakan para budak dalam masyarakat Islam.
Bahkan dalam pandangan Islam, apabila dana di Baitul Mal cukup banyak, dan tidak terdapat suatu pun yang dapat meruntuhkan sendi-sendi ekonomi negara, maka negara dalam hal ini yang diwakili oleh Khalifah mendistribusikan sebagian harta dari Baitul Mal tersebut untuk membebaskan para budak. Dan itu sebuah pembebasan yang luar biasa besarnya.!
Yahya bin Sa'id berkata : " Umar bin Abdul Azis pernah mengutus aku untuk mengurusi zakat-zakat di Afrika, kemudian aku mengumpulkannya dan aku mencari fuqara' yang berhak menerimanya, tetapi kami tidak mendapatkan seorang faqir pun yang berhak menerimanya karena Umar bin Abdul Azis telah memenuhinya. Lalu harta zakat itu aku belikan sejumlah budak untuk kemudian dimerdekakan oleh negara.
5. Memerdekakan budak dengan Ibu si Anak
Ketika seorang lelaki muslim memiliki seorang budak wanita, maka islam mengangkat derajat si budak wanita tersebut dengan peluang dijadikannya si budak itu istri baginya. Atau paling tidak diperlakukan seperti istri. Dan apabila si budak wanita itu melahirkan anaknya kemudian tuannya itu mengakui bahwa itu adalah anaknya, maka si budak wanita itu menjadi " Ibu si Anak ", Maka dalam keadaan demikian, tuannya diharamkan menjual budak tersebut, dan apabila si tuan meninggal , maka budak tersebut langsung menjadi merdeka sesudah kematiannya, jika selama itu belum dimerdekakannya.
6. Memerdekakan budak karena pemukulan secara aniaya
Islam memerintahkan perlakuan yang baik bagi para budak , agar mereka merasakan eksistensi dan kemanusiaannya dan menyadari bahwa ia adalah manusia yang diciptakan sebagaimana manusia lainnya yang memiliki hak dan kehormatan dan kehidupan.
Rosulullah SAW mengecam dan mengingkari setiap orang yang memperlakukannya secara kasar dan tidak menusiawi, misalnya memukul dan merusak kehormatannya. Di dalam riwayat yang shahih pernah disebutkan bahwa Rosulullah SAW suatu hari pernah melihat Abu Mas'ud memukuli budaknya lalu Rosulullah SAW mengingkari perbuatannya seraya bersabda :
" Ketahuilah wahai Mas'ud, sesungguhnya Allah telah menguasakan budak ini kepadamu".
Islam memang membolehkan para pemilik budak untuk memberikan " pelajaran " disiplin pada budaknya yang berlaku kurang baik, namun ini harus dilakukan dalam batas-batas yang telah digariskan oleh Islam dan tidak boleh dilanggar. Jika hal ini dilanggar, maka perlakuan buruk ini menjadi " sebab syar'i " untuk pembebasannya dari perbudakan.
Hal ini sebagaimana hadist Rosul :
" Barang siapa memukul budaknya bukan karena kesalahan yang dilakukannya, atau menamparnya maka kafarat-nya adalah memerdekakan-nya".
( HR.Muslim )
Betapa mulianya syariat Islam dalam menghormati hak-hak manusia, sekalipun para budak.. Dan sungguh Islam telah memperbanyak jalan untuk membebaskan para budak. Bila kita bandingkan dengan sistem-sistem lain yang ada pada masa sebelum Islam maupun sesudah Islam, maka akan jauh sekali perbedaannya. Pada sistem selain Islam, manusia merdeka pun, yang karena lemah, miskin dan tidak memiliki kekuasaan apapun bisa diperbudak oleh orang lain. Bahkan perlakuan yang diterima manusia-manusia merdeka ini yang pada hakikatnya adalah pekerja ( Pembantu Rumah Tangga, misalnya ) bisa lebih kejam dari perlakuan terhadap budak di masanya. Kita masih ingat banyak kisah yang mambuat merinding bulu roma kita, bila menyaksikannya. Sungguh Betapa bedanya dengan sistem Islam. Seorang budak walau hanya ditampar saja oleh majikannya , bisa membuatnya merdeka. Padahal orang-orang yang menjadi buruh atau bekerja pada saat ini adalah orang-orang merdeka , bukan para budak. Kepada mereka seharusnya diterapkan perlakuan yang sesuai ! ( Lihat artikel, Perlakuan bagi Buruh, Bagaimana Seharusnya ? ). Sungguh Islam adalah sistem yang sangat mengagungkan dalam menghormati hak-hak asasi manusia !
Solusi Perbudakan
Sudah dijelaskan sebelumnya, perbudakan bisa terjadi lantaran beberapa hal-yang khas ditemui pada sistem sosial tertentu. Orang yang menanggung hutang yang besar, lalu tidak mampu membayarnya, maka ia bisa dijadikan budak oleh tuannya. Atau lantaran seseorang berbuat kejahatan semisal pencurian dan pembunuhan, maka hukumnya dia bisa diperbudak. Atau nafsu memperbudak manusia, atau karena suatu kaum atau bangsa kalah perang lalu ditawan dan dijadikan budak. Semua ini telah terjadi pada masa-masa terdahulu.
Islam lalu datang dengan syariat nya yang mulia dan menjelaskan tentang hukum-hukum yang lebih tepat, sesuai fitrah dan manusiawi menggantikan hukum-hukum manusia terdahulu. Misalnya bagi orang yang terlilit hutang, maka Islam menganjurkannya ( kepada si pemilik uang ) untuk memberi ' tangguh ' .Bahkan kalau dia mau maka dibebaskan hutangnya ,bukan malah diperbudak .
Begitu pula bagi pelaku pencurian, maka Islam dengan syariat yang diturunkan oleh Allah SWT ( Sang pencipta alam )-memiliki hukum ' potong tangan ' yang lebih bersifat preventif ( mencegah ) dan bertujuan ' penebusan ' dosa si pelaku di akhirat.
Bahkan Islam secara tegas berupaya menghapuskan perbudakan secara tuntas , dan mengharamkan perbudakan dengan segala jalan ke arahnya dengan keharaman yang pasti. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah SAW dalam hadist Qudsi ini :
" Tiga golongan orang yang kelak akan menjadi musuh Allah pada hari kiamat, yakni , seseorang yang berjanji setia kepada-Ku lalu di ingkar ( berkhianat ) ; seorang yang memperjual belikan orang merdeka dan memakan hasil penjualannya, serta seseorang yang mempekerjakan seseorang, tetapi tidak memenuhi gajinya".
( HR Bukhari )
Begitulah, Islam telah datang dengan hukum-hukumnya untuk memuliakan dan meninggikan harkat dan martabat manusia, seluruhnya. Itulah kisah lembaran cemerlang sejarah kemanusiaan di bawah syariat Islam. Lalu mengapa di saat sekarang ini muncul kembali nafsu-nafsu manusia untuk kembali memperbudak manusia ? Walaupun slogan-slogan perbudakan telah diteriakkan. Beberapa UU dan deklarasi telah disepakati dan ditandatangani. Namun pada kenyataannya perbudakan dengan wajahnya yang baru tetap saja bermunculan-seperti yang telah dijelaskan dalam awal tulisan ini. Maka tiada jalan lain bagi kita, bila ingin menghargai dan mengangkat kembali martabat manusia,pakailah Islam dan jalankan seluruh syariatnya. Maka akan ditemukan kembali kemuliaan manusia tersebut. Wallahu 'alam bis Sowab !
Disarikan dari berbagai sumber (siap saji, Cuma ngedit sedikit)………
Sejak kapan mulai adanya budak dan sistem perbudakan, tidak ada satu keterangan pun yang dapat memastikannya. Yang jelas usia perbudakan mungkin sudah se-tua umur peradaban manusia itu sendiri. Bahkan di masa Nabi Yusuf as , hukum yang diberlakukan bagi pencuri ialah dengan jalan memperbudaknya.
Di dalam encyclopedia sejarah berjudul Sejarah Dunia, pada halaman 2273 di sebutkan : Pada tahun 599 M , Kaisar Romawi, Mauris menolak-karena pertimbangan ekonomi-untuk menebus beberapa ribu tawanan perang yang jatuh di tangan Khan Awar ( musuh kaisar )-yang berarti merelakan para tawanan perang itu untuk diperbudak atau dibunuh. Dan akhirnya Khan Awar membunuh seluruh tawanan tersebut.
Telah terhapuskah perbudakan di muka bumi ini ? Sebagian kita mungkin akan menjawabnya sudah. Bukankah sudah ada revolusi perancis yang telah menghapuskan perbudakan di Eropa, ada Abraham Lincoln yang menghapuskan perbudakan di Amerika, dan dengan adanya Declaration of Human Right ( HAM ) - dunia sepakat untuk menghapuskan perbudakan. Memang benar semua itu telah terjadi. Tetapi kita juga melihat fakta bahwa perbudakan hanya mengalami metamorfosis -perubahan bentuk- . Intinya perbudakan tetap ada dengan wajahnya yang baru. Hal ini dikarenakan filosofi dan inti politik luar negri negara-negara Barat dan AS adalah penjajahan ( isti'mar ). Dan penjajahan ( imperialisme ) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ideologi Kapitalisme yang selama ini dianut sebagian besar negara-negara Barat dan AS. Yang berubah hanyalah cara yang ditempuh dan sarananya saja. Hakikatnya tetaplah sama -penjajahan- mengekspoitir manusia atas manusia lain, atau dengan kata lain penjajahan didefinisikan sebagai dominasi politik, militer, kebudayaan dan ekonomi atas bangsa-bangsa yang dikalahkan untuk mengekploitasi mereka. Artinya nafsu menjajah dan memperbudak belumlah hilang dari muka bumi ini.
Sebagai kenyataannya kita bisa melihat bahwa 85 % luas bumi telah dikuasai oleh Barat dalam bentuk koloni, protektorat, tanah jajahan, dominion dan persemakmuran. Meskipun mulai paruh abad 20 banyak negara-negara jajahan Barat merdeka, tapi dominasi dan hegemoni Barat telah terlampau kuat melekat sehingga tetap mempengaruhi dan menentukan setiap tindakan politik dalam dan luar negri mereka.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM masih terus berlangsung. Tercatat terjadi 4.080 pelanggaran HAM , yang meliputi, 1.902 pelanggaran terhadap buruh, 245 atas tanah, 345 atas hak-hak sipil dan politik dan 1.488 pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
Dalam tulisan ini, maka yang menjadi fokus adalah bagaimana sikap Islam terhadap budak dan perbudakan. Lalu kecenderungan munculnya perbudakan dalam bentuknya yang lain -para buruh- di era ekonomi dan bisnis ini.
Islam Membebaskan Budak
Dalam memandang masalah budak dan perbudakan, Islam melihat ada dua permasalahan penting yang harus dipecahkan. Yang pertama adalah menyangkut budak itu sendiri, sebagai mahluk yang menjadi barang perniagaan, selalu direndahkan harkat dan martabatnya, tidak merdeka dan diperjual belikan. Sedang permasalahan kedua menyangkut sistem perbudakan, yaitu menyangkut penyebab timbulnya perbudakan dan bagaimana Islam berupaya menghapuskan dan mengaturnya.
Makna budak secara bahasa menunjukkan seseorang yang menjadi abdi , hamba, jongos atau orang yang dibeli untuk dijadikan budak. Sedangkan perbudakan mengacu pada sistem sosial di suatu masa dimana segolongan manusia merampas kepentingan golongan manusia lain.
Di masa penjajahan kolonial dikenal istilah kuli , sebagai sebutan untuk buruh kasar yang tidak terdidik ( unskilled labourer ) yang diperlakukan juga dengan semena-mena sebagaimana budak.
Sebagaimana telah di jelaskan pada bagian awal, Islam datang di saat budak dan sistem perbudakan telah merajalela. Penyebab perbudakan pun beraneka ragam, sesuai dengan tabiat dan sistem sosial kemasyarakatan pada masa itu. Diantara penyebab perbudakan pada masa lalu ialah :
1. Nafsu memperbudak ( instink manusia ) ketika kelompok atau golongannya menang perang terhadap bangsa lain.
2. Karena kemiskinan atau tidak adanya kesetiaan terhadap agama
3. Hukum bagi tindakan kriminal pada masa itu, seperti pencurian dan pembunuhan
4. Karena mencari pekerjaan dan tempat tinggal
5. Karena penyanderaan dan penculikan
6. Karena tradisi para Raja , orang-orang ningrat para kaisar dan sejenisnnya
7. Karena ideologi
8. Dan sumber -sumber lainnya yang bisa menjadi " alasan " untuk memperbudak
Dengan syariatnya yang mulia, Islam hadir untuk melepaskan budak dan sistem perbudakan. Syariat Islam datang dengan misi membebaskan para budak ( Ar Roqiq ) dan memperlakukannya secara terhormat dan manusiawi. Perlakuan Islam terhadap budak ini secara garis besar dapat disimpulkan dalam tiga rumusan ini :
I. Islam memandang para budak dari sisi bahwa mereka itu adalah manusia juga yang sama dengan manusia merdeka lainnya, terutama pada fitrah insaniyahnya.
Islam datang mengembalikan hakekat manusia, tampa membedakan warna kulit, jenis dan tingkatannya. Islam datang dengan menyatakan :
" Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan manjadikan kamu bersuku-suku dan berkabilah-kabilah supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
( QS Al Hujurat : 13 )
Islam datang untuk menjelaskan , melalui lisan Muhammad SAW, bahwa tidak ada kelebihan bagi seorang tuan atas seorang budak, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit putih atas orang berkulit hitam, tidak ada kelebihan seorang Arab atas seorang 'Ajam ( bukan Arab ) kecuali taqwa nya. Pada haji wada' Rosulullah meyampaikan dasar hak asasi manusia ini dalam sabdanya :
" Kalian adalah anak Adam, dan Adam berasal dari tanah; karena itu tidak ada kelebihan bagi seorang Arab atas seorang 'Ajam, tidak pula atas seorang 'Ajam atas orang Arab, juga tidak bagi seorang berkulit hitam atas orang yang berkulit coklat atau seorang yang berkulit coklat atas orang yang berkulit hitam..kecuali dengan taqwa". ( HR Muslim dan Thabari ).
Jadi jelaslah bahwa seorang budak dalam pandangan Islam adalah seorang mahluk hidup yang memiliki kehormatan dan kehidupan sebagaimana mahluk lain. Dalam hal ini Allah dan Rosul Nya memerintahkan kita untuk memperlakukaknnya sebagaimana kita memperlakukan manusia yang lain. Misalnya firman Allah ini :
" Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat,anak-anak yatim, orang-orang miskin , tetangga yang dekat dan yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu .."
( QS : An Nisaa : 36 )
Juga sabda Rosulullah ini :
" Bertaqwalah kepada Allah, terhadap budak yang engkau miliki, maka hendaklah ia memberi makan kepadanya dari apa yang ia makan, memberi pakaian dari pakaian yang ia pakai, dan hendaknya jangan membebani mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak mereka sanggupi ; jika kamu membebani tugas kepada mereka hendaklah kamu menolongnya".
( HR.Bukhari )
Juga Sabdanya yang lain :
" Janganlah kamu mengatakan : Ini adalah budak lelakiku dan ini adalah budak perempuanku ; tetapi hendaklah kamu mengatakan : Ini adalah putra-putriku".
( HR.Muslim )
II. Islam menyamakan budak dengan manusia yang lain menyangkut masalah hak dan kewajiban.
Dalam masalah ' uqubat ( sangsi ) dan hudud ( hukum ) Islam menerapkan prinsip persamaan ini, dengan sabda Rosul :
" Barangsiapa membunuh budaknya maka kami akan ( membalas ) membunuhnya".
( HR.Bukhari, Muslim dan Abu Dawud )
III.Islam memperlakukan budak dengan perlakuan manusiawi dan mulia.
Misalnya Islam memberikan hak yang sama bagi para budak untuk menikah, , talaq, menuntut ilmu , menjadi saksi atas yang lainnya sebagaimana orang merdeka.
Berikut ini beberapa contoh perlakuan mengangkat harkat dan martabat para budak :
* Rosulullah SAW mempersaudarakan beberapa mantan budak belian dengan beberapa pemuka Quraisy
* Bilal bin Rabbah dipersaudarakan dengan Khalid bin Ruwainah al-Khatsma'i
* Zaid bin Haritsah dipersaudarakan dengan paman Nabi SAW , Hamzah bin Abdul Mutallib
* Zaid dipersaudarakan dengan Abu Bakar as-Shiddiq.
Islam sebagai langkah awal telah membebaskan budak melalui dalam diri dan nurani si budak sendiri agar ia merasakan persamaan hak dan kewajibannya dengan orang merdeka. Selanjutnya secara serius dan sungguh-sungguh si budak bisa menempuh jalan-jalan secara hukum / syariat Islam untuk kebebasannya. Inilah proses pembebasan yang sebenanya.
Pembebasan melalui dekrit atau UU buatan manusia -seperti yang dilakukan A.Lincoln dan beberapa negri lainnya tidak akan pernah mencapai pembebasan dalam arti yang sebenarnya. Karena kehidupan mereka , para budak atau kuli dan pekerja kasar lainnya, berada dibawah bayang-bayang perbudakan abadi. Mental mereka masih menjadi mental budak. Menghamba sesama manusia. Secara keyakinan pada hakikatnya mereka belum menjadi orang merdeka, walau dikeluarkan dekrit dan UU berulang kali.
Sistem perburuhan dan tata kerja produk kapitalisme sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perbudakan pada masa lalu. Di mana manusia disamakan dengan ' aset' perusahaan atau mesin. Mereka dipekerjakan sepanjang hari tampa memperdulikan nilai-nilai insaniyah mereka. Padahal para buruh atau para pekerja itu bukanlah seorang budak. Mereka adalah orang-orang yang merdeka !
Berbeda dengan itu, Islam mengupayakan pembebaasn yang sebenarnya bagi para budak, dari dalam dan dari luar. Dari dalam dengan jalan menyadarkan para budak, dari kedalaman sanubarinya, melalui keyakinannya bahwa ni'mat kebebasan itu sangatlah tinggi dan menggalakkan mereka agar mendapatkan kemerdekaan , sekalipun dengan pengorbanan yang berat dan mahal. Dari luar syariat Islam mengupayakan berbagai jalan untuk membebaskan budak, seperti yang tercermin dalam beberapa sarana berikut :
1. Memerdekakan budak karena mengharap Ridho Allah SWT
Cara ini adalah pembebasan budak dari pihak tuannya atau pemilik budak yang mengharapkan pahala dan ganjaran di sisi Allah SWT dan terbebas dari api neraka.
Dalam hal ini Islam sangat menggalakkan dan mendorong ( targhib ) para tuan agar memerdekakan budaknya. Sebagaimana firman-Nya :
" Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu ? ( yaitu ) melepaskan budak dari perbudakan".
( QS.Al Balad : 11-13 )
Di dalam nash-nash hadist Nabawi banyak kita dapati hadist yang menjelaskan keutamaan memerdekakan budak dan menggalakkan pembebasannya, diantaranya :
" Dari Amer bin 'Anbasah ia berkata : Aku pernah mendengar Rosulullah SAW bersabda : Siapa saja memerdekakan seorang budak muslim maka Allah menjanjikan akan membebaskan dengan setiap anggota tubuh budak itu , setiap anggota tubuhnya dari api neraka".
( HR Abu Dawud dan Nasa'i )
Juga sabda Rosul ini :
" Dari al-Barra' bin 'Azib, ia berkata : Ada seseorang Arab Badui datang kepada Rosulullah SAW seraya berkata : Wahai Rosulullah, ajarilah aku suatu amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam sorga ! Lalu Rosulullah SAW bersabda : " Merdekakanlah hamba sahaya dan lepaskanlah budak dari perbudakan". Orang Arab Badui itu bertanya : " Wahai Rosulullah tidakkah keduanya sama? " Rosulullah SAW menjawab : " Tidak, yang pertama berarti kamu sendiri yang memerdekakannya, sedangkan yang kedua berarti kamu membantu dalam memerdekakannya".
( HR Imam Ahmad )
Hasil seruan syariat ini berdampak bagi kaum muslimin pada masa Rosul .Para sahabat bergegas memerdekakan para budak dengan ikhlas mengharap ridlo dari Allah SWT. Rosulullah SAW sendiri memberikan teladan dengan memerdekakan beberapa budak yang berada di tangannya, kemudia teladan ini diikuti oleh para Sahabat.
Abu Bakar ra telah menginfaqkan sejumlah hartanya untuk memerdekakan para budak dari tangan bangsawan Quraisy di Mekkah. Dan banyak sahabat lainnya yang berbuat serupa. Belum pernah ada dalam sejarah bangsa-bangsa terdahulu , terjadinya pembebasan budak secara besar-besaran, seperti di masa Islam.
2. Memerdekakan budak dengan kafarat
Kafarat merupakan sarana yang paling penting dalam memerdekakan budak. Al-Qur'an di dalam berbagai kesempatan menetapkan bahwa " memerdekakan budak " sebagai kafarat ( penghapus ) bagi beberapa pelangggaran syari'at dan dosa-dosa eksidental yang dilakukan oleh seorang muslim.
Padahal pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam realitas kehidupannya sehari-hari sudah barang tentu tidak sedikit. Ini berarti Islam bersungguh-sungguh dalam memerdekakan budak sebanyak mungkin di dalam masyarakat Islam. Bandingkan dengan bangsa-bangsa atau umat lain ( Romawi, misalnya ) yang malah melestarikan perbudakan demi pemuas nafsunya.
Di antara sarana pembebasan dengan kafarat sebagaimana disebutkan Al-Qur'an:
a. Orang yang membunuh karena keliru ( tidak sengaja ) maka kafaratnya adalah memerdekakan seorang budak dan membayar diyat kepada keluarganya.
b. Orang yang membunuh seorang dari kaum kafir yang sedang dalam perjanjian damai antara mereka dan kaum muslimin. Kafaratnya adalah memerdekakan budak.
c. Orang yang melanggar sumpah, maka kafaratnya adalah di antaranya memerdekakan budak.
d. Orang yang men-zhihar istrinya kemudian bertaubat maka kafaratnya adalah memerdekakan budak.
e. Orang yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan dengan sengaja ( tampa udzur syar'i) maka kafaratnya memerdekakan seorang budak; sebagaimana disebutkan oleh hadist Rosul ini :
" Dari Abu Hurairoh berkata : Datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW dan berkata : " Wah...Celaka aku ya Rosulullah. Lalu Nabi menanyakan : " Apa yang membuatmu celaka ?Laki-laki itu menjawab : " Aku telah 'mengumpuli' istriku di bulan Ramadlan." Lalu Rosulullah SAW bersabda :" Apakah ada padamu budak yang bisa engkau merdekakan." Dia menjawab : Tidak ada ya Rosul. Rosul bertanya lagi : " Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan penuh secara simultan ?" Dia pun menjawab : " Aku tidak mampu ya Rosul :. Lalu Rosul pun bertanya : " Apakah kamu mampu memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang ? " Lagi-lagi lelaki itu menjawab tidak mampu. Akhirnya Rosul mengambil beberapa buah kurma dan menyuruh lelaki itu untuk menyedekahkannya kepada fakir miskin. lelaki itu kemudian berkata : " Adakah keluarga yang lebih fakir dariku di wilayah sini ? ". Maka Rosulullah SAW pun tertawa hingga tampak gerahamnya, lalu kemudian berkata pada lelaki itu : " Pergilah engkau dan berikanlah kurma itu pada keluargamu ."
3. Memerdekakan budak dengan Mukatabah
Mukatabah ialah memberikan kemerdekaan bagi budak bila ia menuntutnya sendiri dengan imbalan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua pihak ( tuan dan budak nya ) dan akan di tunaikan oleh pihak budak secara berangsur ; bila ia telah menunaikannya maka merdekalah sang budak tersebut.
Syariat Islam menjamin pelaksanaan mukatabah ini dengan firman-Nya :
" ...Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian ( mukatabah ) dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu..."
( QS An Nur : 33 )
Al-Qurtubhi meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan pada seorang budak yang dimiliki oleh Huwaithib bernama Shabih . Ia meminta kepada tuanya agar membuat perjanjian ( mukatabah ) dengannya -tetapi permintaannya ditolak oleh Huwaithib, maka turunlah ayat ini. Kemudian Huwaithib bersedia membuat perjanjian dengannya dengan pembayaran 100 dinar ( sekitar 3 juta rupiah ) dipotong 20 dinar sebagai pemberian dari Huwaithib dan selebihnya dilunasi oleh Shabih yang akhirnya menjadi merdeka.
4. Memerdekakan budak atas tanggungan Negara
Sebuah jalan paling utama, apabila negara dalam Islam mengambil pula kewajibannya untuk menghapuskan para budak ini. Ribuan budak secara serentak dan cepat bisa dimerdekakan di berbagai tempat.
Islam telah menyediakan dana khusus dari APBN yang tersedia di Baitul Mal, yaitu melalui dana zakat untuk memerdekakan para budak. Dan ini oleh Al-Qur'an disebut dengan dana " Wa fir riqab " , dikhususkan untuk memerdekakan para budak dalam masyarakat Islam.
Bahkan dalam pandangan Islam, apabila dana di Baitul Mal cukup banyak, dan tidak terdapat suatu pun yang dapat meruntuhkan sendi-sendi ekonomi negara, maka negara dalam hal ini yang diwakili oleh Khalifah mendistribusikan sebagian harta dari Baitul Mal tersebut untuk membebaskan para budak. Dan itu sebuah pembebasan yang luar biasa besarnya.!
Yahya bin Sa'id berkata : " Umar bin Abdul Azis pernah mengutus aku untuk mengurusi zakat-zakat di Afrika, kemudian aku mengumpulkannya dan aku mencari fuqara' yang berhak menerimanya, tetapi kami tidak mendapatkan seorang faqir pun yang berhak menerimanya karena Umar bin Abdul Azis telah memenuhinya. Lalu harta zakat itu aku belikan sejumlah budak untuk kemudian dimerdekakan oleh negara.
5. Memerdekakan budak dengan Ibu si Anak
Ketika seorang lelaki muslim memiliki seorang budak wanita, maka islam mengangkat derajat si budak wanita tersebut dengan peluang dijadikannya si budak itu istri baginya. Atau paling tidak diperlakukan seperti istri. Dan apabila si budak wanita itu melahirkan anaknya kemudian tuannya itu mengakui bahwa itu adalah anaknya, maka si budak wanita itu menjadi " Ibu si Anak ", Maka dalam keadaan demikian, tuannya diharamkan menjual budak tersebut, dan apabila si tuan meninggal , maka budak tersebut langsung menjadi merdeka sesudah kematiannya, jika selama itu belum dimerdekakannya.
6. Memerdekakan budak karena pemukulan secara aniaya
Islam memerintahkan perlakuan yang baik bagi para budak , agar mereka merasakan eksistensi dan kemanusiaannya dan menyadari bahwa ia adalah manusia yang diciptakan sebagaimana manusia lainnya yang memiliki hak dan kehormatan dan kehidupan.
Rosulullah SAW mengecam dan mengingkari setiap orang yang memperlakukannya secara kasar dan tidak menusiawi, misalnya memukul dan merusak kehormatannya. Di dalam riwayat yang shahih pernah disebutkan bahwa Rosulullah SAW suatu hari pernah melihat Abu Mas'ud memukuli budaknya lalu Rosulullah SAW mengingkari perbuatannya seraya bersabda :
" Ketahuilah wahai Mas'ud, sesungguhnya Allah telah menguasakan budak ini kepadamu".
Islam memang membolehkan para pemilik budak untuk memberikan " pelajaran " disiplin pada budaknya yang berlaku kurang baik, namun ini harus dilakukan dalam batas-batas yang telah digariskan oleh Islam dan tidak boleh dilanggar. Jika hal ini dilanggar, maka perlakuan buruk ini menjadi " sebab syar'i " untuk pembebasannya dari perbudakan.
Hal ini sebagaimana hadist Rosul :
" Barang siapa memukul budaknya bukan karena kesalahan yang dilakukannya, atau menamparnya maka kafarat-nya adalah memerdekakan-nya".
( HR.Muslim )
Betapa mulianya syariat Islam dalam menghormati hak-hak manusia, sekalipun para budak.. Dan sungguh Islam telah memperbanyak jalan untuk membebaskan para budak. Bila kita bandingkan dengan sistem-sistem lain yang ada pada masa sebelum Islam maupun sesudah Islam, maka akan jauh sekali perbedaannya. Pada sistem selain Islam, manusia merdeka pun, yang karena lemah, miskin dan tidak memiliki kekuasaan apapun bisa diperbudak oleh orang lain. Bahkan perlakuan yang diterima manusia-manusia merdeka ini yang pada hakikatnya adalah pekerja ( Pembantu Rumah Tangga, misalnya ) bisa lebih kejam dari perlakuan terhadap budak di masanya. Kita masih ingat banyak kisah yang mambuat merinding bulu roma kita, bila menyaksikannya. Sungguh Betapa bedanya dengan sistem Islam. Seorang budak walau hanya ditampar saja oleh majikannya , bisa membuatnya merdeka. Padahal orang-orang yang menjadi buruh atau bekerja pada saat ini adalah orang-orang merdeka , bukan para budak. Kepada mereka seharusnya diterapkan perlakuan yang sesuai ! ( Lihat artikel, Perlakuan bagi Buruh, Bagaimana Seharusnya ? ). Sungguh Islam adalah sistem yang sangat mengagungkan dalam menghormati hak-hak asasi manusia !
Solusi Perbudakan
Sudah dijelaskan sebelumnya, perbudakan bisa terjadi lantaran beberapa hal-yang khas ditemui pada sistem sosial tertentu. Orang yang menanggung hutang yang besar, lalu tidak mampu membayarnya, maka ia bisa dijadikan budak oleh tuannya. Atau lantaran seseorang berbuat kejahatan semisal pencurian dan pembunuhan, maka hukumnya dia bisa diperbudak. Atau nafsu memperbudak manusia, atau karena suatu kaum atau bangsa kalah perang lalu ditawan dan dijadikan budak. Semua ini telah terjadi pada masa-masa terdahulu.
Islam lalu datang dengan syariat nya yang mulia dan menjelaskan tentang hukum-hukum yang lebih tepat, sesuai fitrah dan manusiawi menggantikan hukum-hukum manusia terdahulu. Misalnya bagi orang yang terlilit hutang, maka Islam menganjurkannya ( kepada si pemilik uang ) untuk memberi ' tangguh ' .Bahkan kalau dia mau maka dibebaskan hutangnya ,bukan malah diperbudak .
Begitu pula bagi pelaku pencurian, maka Islam dengan syariat yang diturunkan oleh Allah SWT ( Sang pencipta alam )-memiliki hukum ' potong tangan ' yang lebih bersifat preventif ( mencegah ) dan bertujuan ' penebusan ' dosa si pelaku di akhirat.
Bahkan Islam secara tegas berupaya menghapuskan perbudakan secara tuntas , dan mengharamkan perbudakan dengan segala jalan ke arahnya dengan keharaman yang pasti. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah SAW dalam hadist Qudsi ini :
" Tiga golongan orang yang kelak akan menjadi musuh Allah pada hari kiamat, yakni , seseorang yang berjanji setia kepada-Ku lalu di ingkar ( berkhianat ) ; seorang yang memperjual belikan orang merdeka dan memakan hasil penjualannya, serta seseorang yang mempekerjakan seseorang, tetapi tidak memenuhi gajinya".
( HR Bukhari )
Begitulah, Islam telah datang dengan hukum-hukumnya untuk memuliakan dan meninggikan harkat dan martabat manusia, seluruhnya. Itulah kisah lembaran cemerlang sejarah kemanusiaan di bawah syariat Islam. Lalu mengapa di saat sekarang ini muncul kembali nafsu-nafsu manusia untuk kembali memperbudak manusia ? Walaupun slogan-slogan perbudakan telah diteriakkan. Beberapa UU dan deklarasi telah disepakati dan ditandatangani. Namun pada kenyataannya perbudakan dengan wajahnya yang baru tetap saja bermunculan-seperti yang telah dijelaskan dalam awal tulisan ini. Maka tiada jalan lain bagi kita, bila ingin menghargai dan mengangkat kembali martabat manusia,pakailah Islam dan jalankan seluruh syariatnya. Maka akan ditemukan kembali kemuliaan manusia tersebut. Wallahu 'alam bis Sowab !
Disarikan dari berbagai sumber (siap saji, Cuma ngedit sedikit)………
Emërtimet: tsaqafah