JIlbab dan Problematika Aurat Wanita
Adalah sebuah pembahasan yang sangat erat hubungannya dengan wanita muslimah, karena jelas sudah dikatakan di dalam kitab suci Alqur'an ( QS Al-ahzab : 59) bahwa jilbab merupakan identitas seorang muslimah yang dengannya akan sangat mudah membedakan secara lahiriyah antara wanita muslimah dengan lainnya.
Kesadaran wanita untuk berjilbab adalah sebuah kebanggan yang sangat besar bagi umat islam, namun jika diperhatikan lebih teliti banyak sekali hal-hal yang menggelitik ketika melihat gaya jilbab dan busana muslimah yang mereka kenakan. Katanya berjilbab tapi kok rambutnya menerawang?, katanya berjilbab tapi kok lengkuk tubuhnya sangat terbentuk?, hingga akhirnya muncullah sebuah kekhawatiran dan curiga " jangan-jangan mereka berjilbab bukan karena islam, namun karena mengikuti mode dan trend yang sedang booming!".
Dengan demikian akan menjadi kewajiban bagi kita semua untuk menjelaskan batasan aurat dan hakikat di balik perintah mengenakan jilbab yang sebenarnya.
Aurat perempuan
Jika kita membuka lembaran Al-qur'an kita akan mendapatkan bahwa menutup aurat adalah fitrah manusia. Tepatnya di dalam surat Al-a'raf : 20-26 yang menceritakan bagaimana Adam dan Hawa spontanitas menutupi aurat mereka dengan dedaunan setelah mereka menyadari bahwa mereka dalam keadaan telanjang akibat memakan buah yang telah dilarang oleh Allah. Dan di akhir ayat ini juga ditegaskan bahwa selain menutup aurat, pakaian juga bermanfaat sebagai hiasan.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan aurat yang harus ditutupi? Jika kita tidak menggali buku-buku Fiqh dalam permasalahan aurat laki-laki bisa dikatakan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa auratnya adalah antara pusar dan lutut, sementara aurat perempuan sampai sekarang masih selalu menjadi pembahasan hangat dan bahkan tidak akan pernah tuntas.
Menyikapi hal ini lahirlah dua golongan ulama : Ulama yang mengatakan bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, sementara kelompok kedua menegaskan bahwa wajah dan telapak tangan bukanlah aurat dan 5 madzhab besar dalam islam masuk ke dalam golongan ke dua ini.
Dalam kitab Bada'iu ash-shana'I disebutkan bahwa Imam Abu Hanifah menegaskan berdasarkan surat An-nur : 31( و قل للمؤمنات يغضض من ابصارهن ) bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan, hal ini difahami dari penggalan ayat yang berbunyi (ولايبدين زينتهن الا ما ظهر منها )
Karena yang dimaksud dengan perhiasan di sini adalah tempat perhiasan itu diletakkan yaitu wajah dan telapak tangan, di sisi lain juga terdapat alasan yang sangat logis pada wajah dan telapak tangan : Perempuan juga terlibat dalam transaksi jual beli. Hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan wajah dan telapak tangan yang terbuka.
Dalam kitab al-Mabsuth, Imam Asy-Syirkhsi menjelaskan bahwa dalam madzhab Hanafi ada pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan harus ditutup dan ada juga yang mengatakan sebaliknya.
Demikian halnya madzhab Maliki menegaskan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan, karenanya laki-laki asing boleh melihatnya dengan alasan tanpa menimbulkan fitnah.
Sementara itu Imam Nawawi dalam al-majmu' Syarah al-Muhadzdzab mengatakan bahwa madzhab Syafii; menegaskan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat wanita, dalilnya adalah kebutuhan yang menuntut untuk mengenali wajah dalam transaksi jual beli, demikian halnya dibolehkan nampak wajah dan telapak tangan untuk memudahkan dalam memberi dan menerima.
Adapun Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali mengatakan bahwa haram hukumnya melihat selain wajah dan telapak tangan wanita, karena pada hakekatnya tubuh wanita adalah aurat, dibolehkan melihat wajah dan telapak tangan meskipun hukumnya makruh apabila aman dari fitnah dan tidak melihat tanpa syahwat.
Dalam kitab al-Muhalla, Ibnu Hazm mengatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan.
Dari pendapat para ulama ini sudah sangat jelas bahwa tidak ada ikhtilaf di antara para fuqoha tentang batasan aurat wanita kecuali wajah dan telapak tangan, adapun selebihnya seperti rambut, leher, dada dan tangan bisa dikatakan sebagai bahan diskusi para fuqoha.
Bahkan Qasim Amin yang dijuluki sebagai pemikir sekuler saja dengan tegas menyatakan dalam bukunya Tahrirul Mar'ah bahwa ia hanya menuntut agar wanita diberikan kebebasan untuk membuka wajah dan telapak tangannya, karena mengurung wanita dengan pakaian yang menutupi seluruh tubuh tanpa terkecuali –agar tidak terlihat oleh laki-laki- adalah perbuatan yang tidak fair dan tidak adil. Lantas untuk apa Allah memerintahkan dan mewajibkan Ghaddul bashar apabila wajah wanita termasuk aurat yang harus ditutupi?
Andai menutup wajah diwajibkan kenapa Rasulullah memalingkan wajah Fadhl bin Abbas ketika Fadhl tampak terpesona dengan kecantikan seorang wanita?, sekiranya menutup wajah itu wajib maka Rasulullah bukan memalingkan wajah Fadhl tetapi langsung menegur wanita tersebut untuk menutup wajahnya (HR, Bukhari Muslim). Rasulullah juga pernah memperingatkan Ali untuk tidak memandang berkali-kali kepada wanita " ya Ali jika pandanganmu jatuh pada seorang wanita maka berpalinglah, kamu hanya berhak pada pandangan pertama" (HR, Abu Daud). Nash-nash ini menghantarkan kita kepada sebuah kesimpulan bahwa wajah bukanlah aurat.
Diskursus wajib dan tidaknya menutup wajah dan telapak tangan melahirkan suasana yang kurang kondusif dan harmonis dalam tubuh islam sendiri, bagi kelompok yang mengikuti keompok pertama mengklaim muslimah yang belum menutupi tubuhnya secara utuh belum bisa dikatakan sebagai muslimah kaffah, sementara pengikut kelompok kedua menilai wanita yang menutupi tubuhnya secara utuh sebagai muslimah yang menelan nash-nash secara mentah dan bahkan menyulitkan diri sendiri. Untuk itu sebuah fatwa telah dikeluarkan oleh Lajnah Fatwa Al-azhar yang diterbitkan melalui majalah al-Azhar edisi 67 rabiul awwal 1415 H / September 1994 halaman 275-279 yang berbunyi : Bahwasanya nash-nash Al-qur'an dan Sunnah Rasulullah mengandung pengertian bahwa seorang muslimah apabila telah haid, kemudian keluar rumah maka tidak boleh ada bagian tubuhnya yang terbuka kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Disyaratkan menggunakan penutup kepala sehingga hanya terihat wajah dengan batasan yang sudah maklum. Penutup kepala harus panjang sehingga menutupi leher dan dada. Penutup kepala seperti inilah yang dimaksud dengan khimar yang disebut-sebut dalam al-qur'an dan kewajiban ini dilegitimasi oleh al-Qur'an, as-Sunnah dan ijma'.
Hijab, Jilbab dan Khimar
Ketika membahas tentang busana muslimah seringkali terdapat pemahaman yang keliru dan tumpangtindih antara tiga kata tersebut ; Hijab jilbab dan khimar yang semuanya memilki arti sendiri dan maksud tertentu.
Dalam kesempatan ini akan penulis jelaskan arti dari ketiga kata tersebut :
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara hijab yang dimaksud dalam surat al-Ahzab :53 (يا ايها اللذين امنو لا تدخلو بيوت النبي ال ان يؤذن لكم الى طعام غير ناظرين اناه ولكن اذا دعيتم فادخلوا فاذا طعمتم فانتشروا ولا مستانسين لحديث ان ذالكم كان يؤذي النبي فيستحي من الحق والله لا يستحي من الحق , واذا سالتموهن متاعا فاسالوا من وراء حجاب ذالكم اطهر لقلوبكم و قلوبهن وما كان لكم ان تؤذو رسول الله ولا ان تنكحوا ازواجه من بعده ابدا ان ذالكم كان عند الله عظيما) dengan jilbab yang dimaksud dalam surat al-Ahzab : 59 ( يا ايها الناس قل لازواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذالك ادنى ان يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما) Setelah menyebutkan ayat-ayat yang memuat kata hijab, jilbab atau libas, Abdul Halim Abu Syuqqoh dalam kitabnya Tahrirul Mar'ah fii ashr ar-risalah menjelaskan perbedaan antara jilbab dan hijab.
Hijab dalam ayat tersebut bermakna tirai/satir, yang disyariatkan dengan maksud tertentu : " cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka ". Sementara Jilbab yang dikenakan wanita – yang becadar sekalipun- sangat bisa dimungkinkan bagi wanita untuk melihat laki-laki. Sesuai dengan konteks ayat tersebut, Abu Syuqqoh memahami bahwa kewajiban hijab hanya diperuntukkan bagi isteri-isteri Rasululah. Ayat ini merupakan kelanjutan dari QS. Al-Ahzab : 33 yang memerintahkan isteri Rasulullah untuk selalu berada di rumah. Kedua adab ini (Hijab dan berdiam di rumah) dalam rangka mengklaisifikasikan larangan menikah dengan isteri Rasulullah dalam QS. Al-Ahzab :53, sementara perintah berjilbab ditujukan untuk semua wanita muslimah.
Adapun kata khimar yang termaktub dalam surat An-nur ayat 31 واليضربن بخمرهن على جيوبهن) ) : Khumur dalam ayat ini adalah bentuk plural dari Khimar yang berarti sesuatu yang menutupi kepala. Berdasarkan ayat ini kaum muslimah diwajibkan untuk menutup kepala, leher dan dadanya, hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla " Allah memerintahkan wanita mukminah untuk menjuntaikan kerudung mereka ke dada mereka. Hal ini mengandung makna bahwa Allah memerintahkan mereka untuk menutup rambut, leher dan dan dada, sekaligus ini menjadi dalil dibolehkannya membuka wajah. Kemudian dengan ayat ini juga bisa menepis pendapat yang mengatakan bahwa perempuan tidak wajib menutupi rambutnya, cukup bagi wanita untuk menutup leher dan dadanya, karena jika Allah memerintahkan untuk menutup rambut maka Allah pun akan memerintahkannya secara tegas berurutan dengan perintah menutup leher dan dada " dan hendaklah mereka menutup kepala dan dada mereka dengan kerudung ", padahal ketika Allah memerintahkan untuk menutup dada sudah tersirat di dalamnya perintah untuk menutupi kepala dan bahkan ayat ini juga memperkuat bahwa wanita muslimah bukan hanya dituntut sekadar menutupi rambutnya saja tetapi juga harus sampai kepada menutupi leher dan dada. Untuk lebih jelasnya mari bersama kita membuka tafsir al-Qurthubi (12 /230 ) yang mengkisahkan kondisi turunnya ayat tersebut " Bahwasanya wanita-wanita ketika diturunkan ayat tersebut sudah mengenal dan bahkan mengenakan kerudung, hanya saja kerudung mereka lebih besar terjuntai ke belakang, sehingga tampaklah leher dan dada bahkan telinga mereka, dengan ini maka turunlah ayat yang memerintahkan wanita untuk menjuntaikan khimar mereka hingga menutupi leher dan telinga mereka.
Dan lebih jelasnya silakan dibuka saja sejarah khimar dari masa ke masa ; Yunani, persi, romawi, Assyiria dan model-model khimar bangsa yahudi dan masehi, karena memakai penutup kepala sudah dilakukan pada masa-masa sebelum islam, hanya saja dengan tata cara yang berbeda.
Wassalam.
Kesadaran wanita untuk berjilbab adalah sebuah kebanggan yang sangat besar bagi umat islam, namun jika diperhatikan lebih teliti banyak sekali hal-hal yang menggelitik ketika melihat gaya jilbab dan busana muslimah yang mereka kenakan. Katanya berjilbab tapi kok rambutnya menerawang?, katanya berjilbab tapi kok lengkuk tubuhnya sangat terbentuk?, hingga akhirnya muncullah sebuah kekhawatiran dan curiga " jangan-jangan mereka berjilbab bukan karena islam, namun karena mengikuti mode dan trend yang sedang booming!".
Dengan demikian akan menjadi kewajiban bagi kita semua untuk menjelaskan batasan aurat dan hakikat di balik perintah mengenakan jilbab yang sebenarnya.
Aurat perempuan
Jika kita membuka lembaran Al-qur'an kita akan mendapatkan bahwa menutup aurat adalah fitrah manusia. Tepatnya di dalam surat Al-a'raf : 20-26 yang menceritakan bagaimana Adam dan Hawa spontanitas menutupi aurat mereka dengan dedaunan setelah mereka menyadari bahwa mereka dalam keadaan telanjang akibat memakan buah yang telah dilarang oleh Allah. Dan di akhir ayat ini juga ditegaskan bahwa selain menutup aurat, pakaian juga bermanfaat sebagai hiasan.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan aurat yang harus ditutupi? Jika kita tidak menggali buku-buku Fiqh dalam permasalahan aurat laki-laki bisa dikatakan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa auratnya adalah antara pusar dan lutut, sementara aurat perempuan sampai sekarang masih selalu menjadi pembahasan hangat dan bahkan tidak akan pernah tuntas.
Menyikapi hal ini lahirlah dua golongan ulama : Ulama yang mengatakan bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, sementara kelompok kedua menegaskan bahwa wajah dan telapak tangan bukanlah aurat dan 5 madzhab besar dalam islam masuk ke dalam golongan ke dua ini.
Dalam kitab Bada'iu ash-shana'I disebutkan bahwa Imam Abu Hanifah menegaskan berdasarkan surat An-nur : 31( و قل للمؤمنات يغضض من ابصارهن ) bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan, hal ini difahami dari penggalan ayat yang berbunyi (ولايبدين زينتهن الا ما ظهر منها )
Karena yang dimaksud dengan perhiasan di sini adalah tempat perhiasan itu diletakkan yaitu wajah dan telapak tangan, di sisi lain juga terdapat alasan yang sangat logis pada wajah dan telapak tangan : Perempuan juga terlibat dalam transaksi jual beli. Hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan wajah dan telapak tangan yang terbuka.
Dalam kitab al-Mabsuth, Imam Asy-Syirkhsi menjelaskan bahwa dalam madzhab Hanafi ada pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan harus ditutup dan ada juga yang mengatakan sebaliknya.
Demikian halnya madzhab Maliki menegaskan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan, karenanya laki-laki asing boleh melihatnya dengan alasan tanpa menimbulkan fitnah.
Sementara itu Imam Nawawi dalam al-majmu' Syarah al-Muhadzdzab mengatakan bahwa madzhab Syafii; menegaskan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat wanita, dalilnya adalah kebutuhan yang menuntut untuk mengenali wajah dalam transaksi jual beli, demikian halnya dibolehkan nampak wajah dan telapak tangan untuk memudahkan dalam memberi dan menerima.
Adapun Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali mengatakan bahwa haram hukumnya melihat selain wajah dan telapak tangan wanita, karena pada hakekatnya tubuh wanita adalah aurat, dibolehkan melihat wajah dan telapak tangan meskipun hukumnya makruh apabila aman dari fitnah dan tidak melihat tanpa syahwat.
Dalam kitab al-Muhalla, Ibnu Hazm mengatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan.
Dari pendapat para ulama ini sudah sangat jelas bahwa tidak ada ikhtilaf di antara para fuqoha tentang batasan aurat wanita kecuali wajah dan telapak tangan, adapun selebihnya seperti rambut, leher, dada dan tangan bisa dikatakan sebagai bahan diskusi para fuqoha.
Bahkan Qasim Amin yang dijuluki sebagai pemikir sekuler saja dengan tegas menyatakan dalam bukunya Tahrirul Mar'ah bahwa ia hanya menuntut agar wanita diberikan kebebasan untuk membuka wajah dan telapak tangannya, karena mengurung wanita dengan pakaian yang menutupi seluruh tubuh tanpa terkecuali –agar tidak terlihat oleh laki-laki- adalah perbuatan yang tidak fair dan tidak adil. Lantas untuk apa Allah memerintahkan dan mewajibkan Ghaddul bashar apabila wajah wanita termasuk aurat yang harus ditutupi?
Andai menutup wajah diwajibkan kenapa Rasulullah memalingkan wajah Fadhl bin Abbas ketika Fadhl tampak terpesona dengan kecantikan seorang wanita?, sekiranya menutup wajah itu wajib maka Rasulullah bukan memalingkan wajah Fadhl tetapi langsung menegur wanita tersebut untuk menutup wajahnya (HR, Bukhari Muslim). Rasulullah juga pernah memperingatkan Ali untuk tidak memandang berkali-kali kepada wanita " ya Ali jika pandanganmu jatuh pada seorang wanita maka berpalinglah, kamu hanya berhak pada pandangan pertama" (HR, Abu Daud). Nash-nash ini menghantarkan kita kepada sebuah kesimpulan bahwa wajah bukanlah aurat.
Diskursus wajib dan tidaknya menutup wajah dan telapak tangan melahirkan suasana yang kurang kondusif dan harmonis dalam tubuh islam sendiri, bagi kelompok yang mengikuti keompok pertama mengklaim muslimah yang belum menutupi tubuhnya secara utuh belum bisa dikatakan sebagai muslimah kaffah, sementara pengikut kelompok kedua menilai wanita yang menutupi tubuhnya secara utuh sebagai muslimah yang menelan nash-nash secara mentah dan bahkan menyulitkan diri sendiri. Untuk itu sebuah fatwa telah dikeluarkan oleh Lajnah Fatwa Al-azhar yang diterbitkan melalui majalah al-Azhar edisi 67 rabiul awwal 1415 H / September 1994 halaman 275-279 yang berbunyi : Bahwasanya nash-nash Al-qur'an dan Sunnah Rasulullah mengandung pengertian bahwa seorang muslimah apabila telah haid, kemudian keluar rumah maka tidak boleh ada bagian tubuhnya yang terbuka kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Disyaratkan menggunakan penutup kepala sehingga hanya terihat wajah dengan batasan yang sudah maklum. Penutup kepala harus panjang sehingga menutupi leher dan dada. Penutup kepala seperti inilah yang dimaksud dengan khimar yang disebut-sebut dalam al-qur'an dan kewajiban ini dilegitimasi oleh al-Qur'an, as-Sunnah dan ijma'.
Hijab, Jilbab dan Khimar
Ketika membahas tentang busana muslimah seringkali terdapat pemahaman yang keliru dan tumpangtindih antara tiga kata tersebut ; Hijab jilbab dan khimar yang semuanya memilki arti sendiri dan maksud tertentu.
Dalam kesempatan ini akan penulis jelaskan arti dari ketiga kata tersebut :
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara hijab yang dimaksud dalam surat al-Ahzab :53 (يا ايها اللذين امنو لا تدخلو بيوت النبي ال ان يؤذن لكم الى طعام غير ناظرين اناه ولكن اذا دعيتم فادخلوا فاذا طعمتم فانتشروا ولا مستانسين لحديث ان ذالكم كان يؤذي النبي فيستحي من الحق والله لا يستحي من الحق , واذا سالتموهن متاعا فاسالوا من وراء حجاب ذالكم اطهر لقلوبكم و قلوبهن وما كان لكم ان تؤذو رسول الله ولا ان تنكحوا ازواجه من بعده ابدا ان ذالكم كان عند الله عظيما) dengan jilbab yang dimaksud dalam surat al-Ahzab : 59 ( يا ايها الناس قل لازواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذالك ادنى ان يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما) Setelah menyebutkan ayat-ayat yang memuat kata hijab, jilbab atau libas, Abdul Halim Abu Syuqqoh dalam kitabnya Tahrirul Mar'ah fii ashr ar-risalah menjelaskan perbedaan antara jilbab dan hijab.
Hijab dalam ayat tersebut bermakna tirai/satir, yang disyariatkan dengan maksud tertentu : " cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka ". Sementara Jilbab yang dikenakan wanita – yang becadar sekalipun- sangat bisa dimungkinkan bagi wanita untuk melihat laki-laki. Sesuai dengan konteks ayat tersebut, Abu Syuqqoh memahami bahwa kewajiban hijab hanya diperuntukkan bagi isteri-isteri Rasululah. Ayat ini merupakan kelanjutan dari QS. Al-Ahzab : 33 yang memerintahkan isteri Rasulullah untuk selalu berada di rumah. Kedua adab ini (Hijab dan berdiam di rumah) dalam rangka mengklaisifikasikan larangan menikah dengan isteri Rasulullah dalam QS. Al-Ahzab :53, sementara perintah berjilbab ditujukan untuk semua wanita muslimah.
Adapun kata khimar yang termaktub dalam surat An-nur ayat 31 واليضربن بخمرهن على جيوبهن) ) : Khumur dalam ayat ini adalah bentuk plural dari Khimar yang berarti sesuatu yang menutupi kepala. Berdasarkan ayat ini kaum muslimah diwajibkan untuk menutup kepala, leher dan dadanya, hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla " Allah memerintahkan wanita mukminah untuk menjuntaikan kerudung mereka ke dada mereka. Hal ini mengandung makna bahwa Allah memerintahkan mereka untuk menutup rambut, leher dan dan dada, sekaligus ini menjadi dalil dibolehkannya membuka wajah. Kemudian dengan ayat ini juga bisa menepis pendapat yang mengatakan bahwa perempuan tidak wajib menutupi rambutnya, cukup bagi wanita untuk menutup leher dan dadanya, karena jika Allah memerintahkan untuk menutup rambut maka Allah pun akan memerintahkannya secara tegas berurutan dengan perintah menutup leher dan dada " dan hendaklah mereka menutup kepala dan dada mereka dengan kerudung ", padahal ketika Allah memerintahkan untuk menutup dada sudah tersirat di dalamnya perintah untuk menutupi kepala dan bahkan ayat ini juga memperkuat bahwa wanita muslimah bukan hanya dituntut sekadar menutupi rambutnya saja tetapi juga harus sampai kepada menutupi leher dan dada. Untuk lebih jelasnya mari bersama kita membuka tafsir al-Qurthubi (12 /230 ) yang mengkisahkan kondisi turunnya ayat tersebut " Bahwasanya wanita-wanita ketika diturunkan ayat tersebut sudah mengenal dan bahkan mengenakan kerudung, hanya saja kerudung mereka lebih besar terjuntai ke belakang, sehingga tampaklah leher dan dada bahkan telinga mereka, dengan ini maka turunlah ayat yang memerintahkan wanita untuk menjuntaikan khimar mereka hingga menutupi leher dan telinga mereka.
Dan lebih jelasnya silakan dibuka saja sejarah khimar dari masa ke masa ; Yunani, persi, romawi, Assyiria dan model-model khimar bangsa yahudi dan masehi, karena memakai penutup kepala sudah dilakukan pada masa-masa sebelum islam, hanya saja dengan tata cara yang berbeda.
Wassalam.
Emërtimet: tsaqafah