<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d5669884687860723271\x26blogName\x3d.\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://afandyna.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3dsq_AL\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://afandyna.blogspot.com/\x26vt\x3d6272397642456612866', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

.


friends Gw

e diel, 22 korrik 2007
Ini neh!,,,photo teman2 yayah................................












Emërtimet:

Menanti....................

e enjte, 19 korrik 2007
"Mandi keringat ketika usaha lebih terhormat daripada mandi airmata ketika melihat hasil"
Tak pernah berhenti aku menghitung hari, hanya menanti kedatangan penenang hati.
Terasa iri bila aku mendengar kabar tentang sahabatku yang telah menjumpai penenang hati yang dinantinya dan membawa a good news, tapi di sisi lain aku juga khawatir ketika mendapatkan sahabatku yang justeru malah mendapat a bad news dari yang dinantinya.
aku jadi serba salah!.....mau senang atau sedih!..mau tertawa atau menangis, karena yang aku nanti belum kunjung datang.


Natijahlah!..yang sedang gw tunggu saat ini. suwer!...gw tegang bangat seperti orang mau nikah aja!...hahaha..padahal belum permah ngerasain seh!...
gw takut sekiranya di tahun akhir ini gw gagal, coz ketahuan bangat.teman2 pada wisuda and balik kampung masa gw masih ngejubleg aja di Mesir, pastinya sekeliling gw bakal ngetawain gw..malu donk!...
kadang gw optimis dengan hasil ujian kali ini, tapi kalau melihat soal2 term 1 dan 2 dan gw prediksi nilai dari setiap pelajaran, kok gw jadi pesimis lagi, coz ada beberapa maddah yang gw ngerasa bangat nggak perfect ngejawabnya.gimana donk!...
sampai saat ini dan tentunya sebagai seorang muslimah (hah), gw hanya pasrah kepada Allah semoga saja Allah memberikan yang terbaik buat hambanya yang satu ini.
pliz ya teman2, mohon doanya!.....semoga kita semua lulus!..amieeeeen
Bittaufiq wannajah tsumma an-nikah!

Emërtimet:

Harmonisasi Filsafat dengan Agama

Melihat judul di atas nampaknya sangat kontradiktif dengan realita yang ada pada sebagian masyarakat yang memandang seram terhadap filsafat bahkan mengecam filsafat dan memvonisnya sebagai ilmu yang senantiasa mengobok-obok agama, yang dengannya imej para pengagum filsafat pun akan terlihat seram.
Sebenarnya tidak demikian, karena sekiranya memang paradok antara filsafat dengan agama, kenapa saja para filsuf islam dahulu yang lebih cerdas dan lebih tsiqoh dari para ilmuan zaman sekarang berusaha menyatukan filsafat dengan agama, apakah mereka melakukan tindakan yang salah atau kitanya yang kurang cerdas dalam memahami ilmu agama dan ilmu filsafat sehingga hanya mampu berkomentar tanpa melegitimasinya dengan dalil-dalil yang paten.
Sebelum melangkah kepada pandangan subyektif Al-kindi terhadap filsafat, saya ingin mengajak pembaca untuk kilas balik kepada sejarah akulturasi filsafat islam dengan filsafat Yunani.

Filsafat islam muncul setelah wilayah study terbentang luas di hadapan umat islam sebagai konsekwensi dari penerjemahan buku-buku peradaban yunani dan ilmu-ilmu lainnya, tetapi umat islam tidak hanya menerjemahkan buku-buku ini, bahkan mereka menggagas munculnya berbagai kajian independen.
Jika filsafat islam telah mengambil berbagai tema untuk bahan kajian yang telah dikaji oleh orang-orang Yunani tentang logika, politik, metafisika dan lain-lain, maka sesungguhnya filsafat islam secara independen memiliki karakteristik yang berbeda dan distinktif. Hal ini tidak menjadikannya murni sebagai filsafat Aristotelian yang tertulis dalam bahasa Arab, melainkan sebuah filsafat baru yang didasarkan pada rekonsilisasi antara rasio-filosofis dangan tradisi keagamaan, atau antara hikmah dengan akidah islam.
Abu Yusuf Ya'kub Al-kindi adalah filsuf islam pertama yang tertarik dengan filsafat Yunani, dan termasuk ke dalam barisan terdepan para pemikir yang muncul pada periode pembentukan filsafat islam dan pada permulaan periode-periode transisi kebudayaan dari teologi murni ke masa di mana pemikiran islam berakulturasi dengan filsafat yunani, persia, India dan lain-lain. Maka beliaupun dianggap sebagai orang arab pertama yang menyibukkan diri dengan filsafat dan karenanya digelari dengan filsuf Arab, tetapi meskipun demikian, keimanannya dengan agama islam jauh lebih besar daripada kecintaannya terhadap filsafat, dengan demikian Al-kindi berusaha menyatukan antara filsafat dengan agama.
Alasan Al-kindi dalam usahanya yang mulia ini sangatlah kuat, bahkan dia mengklasifikasikannya menjadi tiga faktor yang mendorongnya untuk menyatukan filsafat dengan agama.
Pertama : Bahwasanya dalam al-qur'an sendiri banyak ayat-ayat yang menganjurkan ulntuk memberdayakan akal, dan menganalisa alam, artinya bahwa alqur'an tidak mengekang akal untuk melaksanakan fungsinya, fa'tabiruu ya ulil al abshar.
Kedua : Mendukung dan melindungi rasionalisme filsafat, karena pada zaman Al-kindi banyak orang yang mengecam filsafat, khususnya pada masa khalifah Abbas yang didominasi oleh Ahlussunnah.
Namun al-kindi sendiri hidup di masa khalifah Al-ma'mun yang didominasi oleh muktazilah (aliran yang sangat dengat dengan filsafat), tetapi tetap saja banyak pihak yang tidak mendukung filsafat saat itu.
Ketiga : Hanya ingin membela dirinya sendiri yang saat itu mendapat caci maki dari masyarakatnya karena concernnya dengan filsafat, dari sinilah Al-kindi ingin menyatukan filsafat dengan agama sebagai sebuah bukti konkrit kepada masayarakat yang mengecamnya bahwa filsafat bukanlah sebuah ilmu kotor dan najis yang diharamkan oleh agama, tetapi merupakan sebuah ilmu suci yang selalu bergandengan tangan dengan agama
Bagi Al-kindi filsafat merupakan sebuah ilmu penting yang menduduki level atas, bahkan merupakan sebuah ilmu yang wajib dikuasai oleh kaum muslim. Dia sangat mengecam setiap orang yang memvonis filsafat sebagai sebuah ilmu non-islamik yang merupakan sebuah sarana menuju kepada kekufuran dan kemurtadan.
Bahkan dalam memandang filsafat sendiri Al-kindi memiliki sudut pandang yang sangat varatif, di antaranya : filsafat adalah cinta terhadap kebijaksanaan, filsafat adalah synonym dengan proyek Tuhan dalam konteks manusia, karena filsafat menghendaki manusia menuju kepada tahap kesempurnaan, sebagaimana juga proyek Tuhan yang ingin menyempurnakan manusia dan filsafat adalah pencipta segala ciptaan, dan hikmah dari segala hikmah bahkan Al-kindi juga menambahkan bahwa banyak ilmu-ilmu lain yang masuk kedalam kategori filsafat, seperti ilmu tauhid, ilmu Akhlak dan segala macam ilmu lainnya yang membwa nilai positif dan jauh dari kesesatan.
Dengan demikian tujuan seorang filsuf tidak akan terlepas dari dua tujuannya secara teori dan praktisi, dari secara teori, tujuannya mencapai kebenaran, sedangkan secara praktisi melaksanakan kebenaran.
Sebagai sosok yang cerdik, Al-kindi juga memiliki metode tersendiri dalam menyatukan filsafat dengan agama yang di antaranya : Mempublikasikan bahwa filsafat adalah sebuah ilmu atau pengetahuan yang mengantarkan manusia kepada kebenaran sesuai dengan kemampuannya (karena kebenaran murni itu sulit dicapai, hanya Tuhan saja yang mampu melakukannya), dia juga menyatakan bahwa para filsuf selalu mencari sebuah kebenaran melalui teori-teori yang mereka kuasai selanjutnya mereka mengaplikasikannya dalam aktifitas mereka sehari-hari, hal ini sangat senada dengan fungsi dari adanya agama yaitu mencari sebuah kebenaran dan mengaplikasikannya, dengan demikian maka filsafat dan agama bertemu pada satu tujuannya yaitu mencapi sebuah kebenaran meskipun sarana yang dipakainya berbeda, sama halnya dengan semboyan yang dipegang di Indonesia, Bhineka Tunggal Eka.
Di samping itu Al-kindi telah membuat beberapa persyaratan yang harus dikuasai terlebih dahulu oleh para peminat filsafat terlepas dari penguasaannya terhadap ilmu agama, karena Al-kindi sendiri sebelum terjun ke dalam filsafat dia dikenal sebagai orang yang sangat mutadayyin bi al-islam dan dalam filsafat, ilmu agama laksana pondasi dari sebuah bangunan. Di antara persyaratannya yaitu:
Pertama : Memahami terminology filsafat, agar tidak terjadi misunderstanding dalam menginterpretasikannya dan juga tidak menyesatkan orang lain.
Kedua : Menguasai ilmu-ilmu pasti terlebih dahulu, seperti ilmu matematika.
Ketiga : Mendalami filsafat Aristoteles, karena tanpanya, seseorang tidak akan mampu memahami filsafat-filsafat lainnya.
Keempat : Seorang kandidat filsuf, harus menghindari sifat malas dan malu dalam mencari sebuah kebenaran dan menegakkannya,karena tidak ada sesuatu yang lebih mulia diatas kebenaran.
Sebagai sebuah catatan, bahwa filsafat bukanlah ilmu kotor dan najis tetapi adalah ilmu suci yang sangat dihargai oleh islam, namun memang ada sebagian orang yang mengasingkan diri dari filsafat dengan asumsi bahwa filsafat hanya akan menjauhkan manusia dari agama, padahal tidak demikian halnya, karena dengan filsafat sebuah kebenaran akan mudah diungkap, namun bagaimanapun juga ada entitas-entitas lain yang filsafat sendiri tidak akan mampu menggapai kebenerannya kecuali jika berdampingan dengan wahyu, di sinilah bukti harmonisasi filsafat dengan agama.
Selamat membaca!....

Emërtimet:

Wanita Karier Versus Masa Depan Anak

Bagi Mereka yang tidak memahami ajaran islam dan tidak mengetahui kedudukan perempuan dalam islam -sebagaimana yang telah dilakukan oleh kelompok feminisme dan pendukungnya yang menuntut persamaan jender antara laki-laki dan perempuan- menyebabkan perempuan lebih mengutamakan bekerja dari pada mengurus keluarga dan mendidik anak.
Perempuan yang lebih memprioritaskan bekerja di luar daripada merawat anak-anaknya, akan rela meninggalkan anaknya manjadi mangsa zaman. Pada akhirnya kasih sayang anak kepada ibunya akan hangus dan tidak ingin menjadi seperti ibunya yang sibuk di luaran.
Harmonisasi keluarga akan sulit diwujudkan karena sekembalinya ibu dari pekerjaannya dia akan membawa wajah yang tidak indah dipandang, yang sebenarnya anak-anaknya mendambakan sentuhan-sentuhan manja dari ibu dan bermain bersamanya, akan tetapi ibu malah marah-marah dan membentak anak-anaknya agar tidak berisik karena si ibu merasa letih dan kecapean.

Mungkinkah perempuan dapat melaksanakan tiga pekerjaan yang msutahil : bekerja di luar rumah, merawat dan melayani suami dan mengasuh anak serta mendidiknya?!.
Sekiranya perempuan dapat sukses melaksanakan ketiga pekerjaan di atas, tidak bedanya juga dengan perempuan Timur pasti akan sukses, karena perempuan Barat sudah langsung menerapkannya sejak ratusan tahu yang lalu (bekerja di luar sama seperti laki-laki), namun yang terjadi hanyalah kehancuran rumah tangga, kebrutalan anak dan merajalelanya perzinahan dan prostitusi.
Dr. Hanes Keirkhof menjelaskan : Banyak pengaduan yang semakin hari semakin bertambah seputar tiga perkara yang digarap oleh perempuan yaitu : profesi atau pekerjaan, mengurus rumah dan keluarga.
Ya memang kadang perempuan bisa mendapatkan keuntungan dari pekerjaannya di luar rumah, sedikit atau banyaknya, akan tetapi uang yang didapatnya malah dipergunakan untuk membeli aksesoris dan alat-alat kecantikannya dengan alasan karena dia sendiri yang mencari uang, sedangkan anak-anaknya menjadi korban, lebih berharga mana, uangkah atau anak?
Sesungguhnya pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan bukan lah bersumber dari sebuah dorongan kebutuhan primer, melainkan hanya kebutuhan tersier. Maka sebenarnya perempuan sekarang tidak perlu untuk bekerja keras mencari uang, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menjaga harmonisasi keluarga dan mendidik anak dengan baik.
Seberapa banyak dari pasangan hidup yang gagal dalam membina rumah tangganya hanya karena disebabkan oleh satu factor, yaitu aktifitas isteri di luar rumah tanpa adanya kebutuhan. Hal ini jelas-jelas akan melahirkan problematika rumah tangga, karena keinginan suami agar isterinya diam di rumah, sama sekali tidak diwujudkan oleh isteri, yang akhirnya suami tinggal di rumah dan isteri keluar mencari nafkah, lalu anaklah yang menjadi korbannya.
Ada seorang perempuan berkata : Saya belajar bukan hanya untuk diam di rumah, tapi saya belajar untuk bekerja sama seperti laki-laki..
Kami katakan kepada perempuan ini : Anda belajar, agar anda bisa membaca dan memahami fenomena kehidupan yang bermacam-macam, mampu mendidik anak dengan baik, memahami psikologi anak dan merawat keluarga. Kemudian setelah itu anda berbakti kepada masyarakat sesuai dengan batasan syariat dan tidak mengganggu keluarga dan anak-anak.
Dan sesungguhnya perbuatan yang mengorbankan keluarga itu tidak akan ada nilainya sedikitpun dan tidak ada manfaatnya, bahkan bahayanya akan lebih besar. Unsur terpenting manusia adalah sebuah nilai (penghargaan), apalah artinya jika nilai tersebut hilang karena adanya pekerjaan. Sia-sialah pekerjaan itu!
Mayoritas ibu yang bekerja di luar rumah menitipkan anknya kepada pembantunya (baby sitter) untuk merawatnya dan mendidiknya sebagai ganti dari ibu yang asli, apakah sama antara ibu yang asli dengan ibu pengganti? Apakah anak akan mendapatkn kasih sayang dan perhatian yang layak dari ibu penggantinya?
Sesungguhnya keberadaan ibu di pelukan anak pada tahun pertamanya sangatlah penting untuk perkembangan emosinya dan psikologinya. Maka anak kecil yang tumbuh dalam asuhan pembantu dan jarang melihat kehadiran ibunya, sangat tidak diragukan lagi bahwa anak akan tumbuh menjadi anak yang tidak baik, bahkan anak yang nakal dan keras kepala.
Dalam dunia sekolah anak-anak juga akan dapat dilihat perbedaannya antara mereka yang melalui tahun pertamanya di rumah sakit, meskipun mereka mendapatkan perawatan yang maksimal, tapi tetap saja akan merasa haus dengan kasih sayang ibu, mereka kurang mendapatkan perhatian, motifsi dan merasa tidak ada orang yang membutuhkannya, intinya mereka mendambakan kasih sayang yang hakiki. Anak-anak seperti ini jika besar akan sulit untuk bergaul dengan masyarakat, takut, tidak percaya diri dan tidak mampu memberikan serta merefleksikan kasih sayangnya kepada orang lain.
Inilah salah satu problematika yang ditimbulkan dari ketidakpedulian ibu untuk merawat anaknya dan tidak memberikan cinta kasih yang cukup.
Ada juga yang perlu dicatat oleh kaum ibu, bahwasanya pembantu atau baby sitter meskipun tidak mampu menggantikan peran sang ibu, mereka juga tidak mampu memberikan pendidikan layak yang diinginkan oleh kedua orang tua, karena mayoritas pembantu kurang memiliki lmu yang layak dan akhlak yang baik, terlebih lagi jika si pembantu bukanlah seorang muslimah, maka akan mendatangkan bahaya bagi anak.
Fenomena tersebut telah berlaku di masyarakat Meksico dengan maraknya para pembantu berbeda agama (Nashrani, Budha dan Hindu), di samping itu juga tingkat kecerdasan mereka yang kurang memadai bahkan tidak bisa baca tulis dan berbahasa arab, akhirnya mayoritas pembantu adalah anak-anak kecil.
Apa yang bisa kita harapkan dari mereka yang berbeda akidah dan tidak berpendidikan dalam mendidik anak-anak. Dan kami dengan segala kemampuan yang kami miliki senantiasa memperjuangkan anak-anak kami dan melindunginya dari hal-hal yang melahirkan sikap negative bagi anak, dan kami sangat tidak menghendaki untuk menerapkan hal seperti di atas dengan menitipkan anak kepada pembantu yang tidak berpendidikan dan berbeda akidah.
Ada sebagian keluarga yang menuntut isterinya untuk bekerja ke luar rumah karena tuntutan materi, bagaimanakah perempuan seperti ini membagi waktunya untuk urusan rumah tangga dan pekerjaannya di luar rumah?..
Sekarang memang kita telah dihadapkan dengan sebuah fenomena yang tidak memberikan pilihan kepada perempuan selain bekerja dan diam di rumah, bahkan sudah dituntut untuk bekerja dan mengembangkan potensi yang ada. Isteri dan ibu seperti ini pada jam-jam kerjanya haruslah menitipkan anak-anaknya ke sebuah lembaga yang sudah diyakini kwalitas dan keamanahannya, seperti hadhanah (play group), keluarga atau sanak saudara. Dan harus menyisihkan waktu luang untuk berbagi rasa dengan keluarga.
Menitipkan anak di sebuah lembaga play group juga bukanlah berarti ibu lepas tanggungjawab dan merasa puas dengan pendidikan yang sudah diberikan di sana, sebelum melangkah hendaklah memilihkan play group yang terbaik untuk anak, bukan hanya pada peraturannya, kebersihannya dan ketertibannya, namun yang terpenting adalah pendidikan agama, penanaman akidah dan penerapan akhlaknya, terutama akhlakul karimah, sehingga anak betul-betul menerima pelajaran yang lurus.
Dan anak-anak sangat mencintai para pengasuhnya di play group, segala yang dilakukan pengasuh akan ditiru oleh anak, bahkan lebih banyak pengaruhnya dari pada pengaruh ibu, di sinilah terbukti betapa pentingnya peranan pengasuh terhadap tingkah laku anak.
Apabila keluarga tidak mau menitipkan anak ke sebuah play group, maka anak dapat dititpkan dengan kakek neneknya, paman dan bibinya yang justru kadang lebih baik daripada di titipkan di sebuah play group. Adapun menitipkan anak pada tetangga akan jauh lebih berbahaya dari pada dititipkan di play group, karena tetangga tidak memiliki tanggungjawab penuh terhadap si anak dan merasa bukan saudaranya, namun ada juga tetangga yang sangat baik, tetapi sangat jarang dan sulit.
Sebaiknya seorang ibu rela berkorban meninggalkan pekerjaannya sejenak demi merawat anak, meskipun income keuangannya lebih sedikit dan selama masih ada pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan primer dan ini cara yang lebih konkrit dalam merawat anak terutama pada 5 tahun pertama dari pada menitipkannya di play group dan sebagainya..
Kadang-kadang ada perempuan yang cerdas dan dapat berpikir bijaksana demi mencapai dua keuntungan tanpa ada pihak yang dirugikan, dia menjadi ibu juga tetap bekerja. Dan pekerjaannya bukanlah pekerjaan yang menyita waktu banyak sehingga mengabaikan anak, seperti menjahit, menyulam, membuat yogurt dan sebagainya.
Dengan ini ibu bisa mendapatkan income keluarga yang lebih besar dan bisa melahirkan anak-anak yang pintar dan benar. Pekerjaan ini sudah banyak dipraktekkan dan benar-benar mendapatkan laba yang memuaskan tanpa harus pergi jauh-jauh meninggalkan anak dan keluarga.

Emërtimet: